BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Filosof di
dunia ini banyak sekali, dengan berbagai ide atau gagasannya mereka mencoba
menggali hakikat sesuatu dengan konsep dasar ontologi, epistemologi dan
aksiologi yang berbeda-beda. Mereka saling mengkritik satu sama lainnya, untuk
mendapatkan hakikat yang lebih bisa diterima oleh semua kalangan masyarakat.
Mulai dari filosof yang berkembang di Barat hingga Timur. Walau objek kajian
mereka sama namun dalam hasilnya pasti ada perbedaan walau kadang perbedaan itu
tidak signifikan. Ketika muncul Orientalisme sebagai lawannya muncul pulalah
Oksidentalisme. Dimana paham ini dicetuskan oleh Hassan Hanafi.
B.
Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari Penulisan Makalah ini adalah agar semua
Mahasiswa tahu secara mendalam tentang Oksidentalis
Menurut Hassan Hanafi, Selain itu tujuan
lain adalah di maksudkan agar kita dapat memperoleh berbagai macam pendapat dan
komentar-komentar dari semua Mahasiswa melalui Prosentase yang kami sampaikan.
- Tujuan Khusus
Tujuan
khusus dari penulisan Makalah ini adalah guna memenuhi tugas yang di berikan
oleh Dosen Mata Kuliah Orientalis dan Oksidentalis kepada kami, dengan harapan agar kami
lebih tahu atau mengerti tentang Oksidentalis
Menurut Hasan Hanafi. Akan tetapi kami juga mengharapkan kritik dan saran
dair Dosen yang bersangkutan.
BAB II
ISI
A.
Sejarah Oksidentalisme
Setelah menjabarkan pengertian
Oreantalisme, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa pengertian secara umum
oksidentalisme adalah kajian kebaratan atau suatu kajian komprehensif dengan
meneliti dan merangkum semua aspek kehidupan masyarakat Barat. Dalam
oksidentalisme, posisi subjek objek menjadi terbalik. Timur sebagai subjek
pengkaji dan Barat sebagai objek kajian.
Walau istilah oksidentalisme adalah
antonim dari Oreantalisme, tapi di sini ada perbedaan lain, oksidentalisme
tidak memiliki tujuan hegemoni dan dominasi sebagaimana orientalisme. Tetapi,
para oksidentalis hanya ingin merebut kembali ego Timur yang telah dibentuk dan
direbut Barat.
Latar belakang dan sejarah munculnya
oksidentalisme. Berbicara tentang latar belakang dan sejarah munculnya
oksidentalisme tidak bisa kita lewatkan begitu saja sejarah kecemerlangan
peradaban islam dan masa kegelapan peradaban dunia barat. Sejarah telah
mencatat era kecemerlangan dunia timur khususnya peradaban islam, bahkan
peradaban keilmuan barat berhutang budi dengan peradaban keilmuan islam. Dan
ini tidak bisa dipungkiri lagi, Kita ingat masa-masa kegelapan dunia barat
sebelum masa kebangkitan, doktrin gereja sangat mendominasi dan mengekang
kebebasan mereka dalam bertindak bahkan dalam berpikir, semuanya harus sejalan
dengan ajaran gereja yang menjadikan bangsa barat terbelakang dari peradaban
lainya. Peradaban islam waktu itu sangat bertolak belakang dengan peradaban
barat, peradaban islam sangat mencolok dan maju pesat bak anak panah,
universalnya islam telah mengubah bangsa timur dari bangsa yang terbelakang dan
primitif menjadi bangsa yang maju baik dari segi agama, pemerintahan-politik,
ekonomi dan ilmu pengetahuan. Keadaan ini membuat para pemikir dan cendikiawan
barat (bisa disebut oreantalis masa awal) yang sudah bosan dengan doktrin
gereja yang kadang tidak sesuai dengan nalar telah terinspirasi serta melirik
peradaban islam dan mempelajarinya, mereka hijrah ke wilayah kekuasaan islam
dan belajar dari ilmuan-ilmuan islam, maka lambat laun setidaknya dalam
beberapa pereode telah merubah wajah barat dari kungkungan kegelapan.
Ketika bangsa Barat mulai bangkit
dari keterbelakangan mereka (renaissance), setelah belajar dari dunia timur
khususnya peradaban islam, dunia islam mulai keropos, sedikit demi sedikit dan
terus terpuruk disebabkan pemimpin-pemimpin islam yang lemah, setelah peradaban
islam dihancur-ludeskan oleh pasukan Tartar (bangsa Mongol). Maka barat semakin
menunjukkan jayanya dan terus berkembang hingga abad ini. Dari sini muncul
tokoh-tokoh oreantalis (pengkaji peradaban ketimuran) yang dengan seiring
perjalanan waktu telah berubah menjadi suatu kajian yang bukan hanya
mempelajari keilmuan peradaban timur tapi semua yang terkait dengan ketimuran
termasuk bagaimana cara menguasai dunia timur (islam) dan penjajahan.
Dalam sejumlah karya orientalis, yang
lebih banyak ditonjolkan ialah unggulnya orang-orang Barat serta mengerdilnya
segala yang terkait dengan Timur khususnya islam. Mereka senantiasa
mengemukakan orang-orang Timur tidak berbudaya, bodoh, keras, kasar, dan tidak
punya potensi, untuk membuktikan ini para oreantalis telah mendistorsi sejarah
dan mengagungkan kemajuan peradaban mereka serta menghilangkan jejak bahwa
mereka pernah belajar dari Timur (islam). Misalnya mereka (oreantalis) telah
membaratkan nama seorang tokoh ilmuan islam seperti Ibnu Sina menjadi Avecina,
Ibnu Rusd menjadi Averos dan sebagainya.
Atas dasar itu, muncul kesadaran baru di dunia Timur (pemikir dan pembaharu islam) bahwa selama ini mereka dibodohi kajian-kajian ketimuran (orientalisme) itu. Lahirlah apa yang disebut kajian kebaratan atau yang dikenal dengan istilah oksidentalisme. Kajian ini adalah upaya untuk menandingi oreantalisme dan merebut kembali ego Timur yang telah direbut oleh Barat.
Atas dasar itu, muncul kesadaran baru di dunia Timur (pemikir dan pembaharu islam) bahwa selama ini mereka dibodohi kajian-kajian ketimuran (orientalisme) itu. Lahirlah apa yang disebut kajian kebaratan atau yang dikenal dengan istilah oksidentalisme. Kajian ini adalah upaya untuk menandingi oreantalisme dan merebut kembali ego Timur yang telah direbut oleh Barat.
Ada beberapa tokoh oksidentalisme
yang mayoritas mereka adalah pemikir dan tokoh pembaharu islam :
1)
Jamaluddin al-Afghani
Jamaluddin Al-Afghani adalah pahlawan besar dan salah
seorang putra terbaik Islam. Kebesaran dan kiprahnya membahana hingga ke
seluruh penjuru dunia. Sepak terjangnya dalam menggerakkan kesadaran umat Islam
dan gerakan revolusionernya yang membangkitkan dunia Islam, menjadikan dirinya
orang yang paling dicari oleh pemerintahan kolonial ketika itu, Inggris. Tapi,
komitmen dan konsistennya yang sangat tinggi terhadap nasib umat Islam, membuat
Al-Afghani tak pernah kenal lelah apalagi menyerah.
2)
Dr. Muhammad Abduh
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Abduh bin Hasan
Khairullah. Lahir didesa Mahallat Nashr di kabupaten al-Buhairah, Mesir tahun
1849 M. Dan beliau wafat pada tahun 1905 M.
3)
Sheikh Muhammad Rasyid Ridha.
Muhammad Rasyid Ridha, lahir di Qalmun, sebuah desa
sekitar 4 km dari Tripoli, Libanon pada 27 Jumadil Awal 1282 H.; Beliau adalah
bangsawan Arab yang memiliki garis keturunan langsung dari Sayyidina Husen,
putera Ali bin Abu Thalib dan Fatimah puteri Rasulullah Saw.
4)
Nurcholish Madjid.M.A
Lahir di Jombang, 17 Maret 1939 (26 Muharram 1358), dari
keluarga kalangan pesantren. Pendidikan yang ditempuh: Sekolah Rakyat di
Mojoanyar dan Bareng (pagi) dan Madrasah Ibtidaiyah di Mojoanyar (sore);
Pesantren Darul 'Ulum di Rejoso, Jombang; KMI (Kulliyatul Mu'allimin
al-Islamiyah) Pesantren Darus Salam di Gontor, Ponorogo; IAIN Syarif Hidayatullah
di Jakarta (Sarjana Sastra Arab, 1968), dan Universitas Chicago, Illinois, AS
(Ph.D., Islamic Thought, 1984).
5)
Adian Husaini, M.A
Lahir Bojonegoro, 17 Desember 1965 adalah ketua Dewan
Dakwah Islamiyah Indonesia, sekretaris jenderal Komite Indonesia untuk
Solidaritas Dunia Islam (KISDI) dan Komite Indonesia untuk Solidaritas
Palestina-Majelis Ulama Indonesia (KISP-MUI), Anggota Komisi Kerukunan Umat
Beragama Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan anggota pengurus Majlis Tabligh
Muhammadiyah.
6)
Dr. Hasan Hanafi
Dilahirkan di Cairo, Mesir pada 14 Februari 1934 M.
Hasan Hanafi, pemikir muslim modernis dari Mesir, adalah salah satu tokoh yang
akrab dengan simbol-simbol pembaruan dan revolusioner, seperti Islam kiri,
oksidentalisme, Tema-tema tersebut ia kemas dalam rangkaian proyek besar;
pembaruan pemikiran Islam, dan upaya membangkitkan umat dari ketertinggalan dan
kolonialisme modern.
Sebenarnya masih banyak tokoh-tokoh oksidentalisme lain
yang tidak sebutkan di sini, karena nanti akan membuat tulisan ini terlalu
panjang dan membosankan pembaca.
Motif di balik kajian oksidentalisme
Sebagaimana kita singgung di atas
bahwa kajian oksidentalisme adalah kebalikan dari kajian oreantalisme, upaya
untuk menanggulangi oreantalisme, Merebut kembali ego timur yang direbut oleh
barat dan selama ini barat dipandang sangat mendominasi dalam kajian ketimuran
khususnya kajian ke-islaman. Bahkan, di era kolonial, orientalisme dianggap
sebagai senjata untuk menundukan bangsa-bangsa timur. Hal inilah yang
membangkitkan kekesalan Edward Said dengan menulis buku “orientalism” . Dia
mengkritik bahwa kajian barat atas timur kurang lebih bertujuan politis
ketimbang ilmiah.
Dalam pemikiran dunia timur, “karena
trauma sejarah akibat kolonialisme”, ada suatu perasaan curiga terhadap kajian-kajian
oreantalisme bahwa kajian yang mereka lakukan memiliki motif-motif terselubung,
bahkan, terkesan mengerdilkan semua yang berbau timur, walaupun ada beberapa
oreantalis yang objektif dalam mengkaji ketimuran.
Adanya perasangka atau tuduhan klise
dari dunia timur yang tidak mendasar, seperti : Kebudayaan barat yang dekaden,
individualistik dan Amoral. Namun disisi lain dunia timur dibuat terpesona
dengan kemajuan peradaban barat yang tiada henti serta anggapan timur bahwa
mengadopsi kebudayaan barat adalah modernitas atau life styile.
Dengan semangat oksidentalisme
diharapkan dapat membantu atau menjembatani kebuntuan tersebut. Terpenting,
motif di balik kajian oksidentalisme adalah untuk mempelajari akar kemajuan
bangsa-bangsa barat, memfilternya dan menerapkanya di dunia timur hingga timur
keluar dari keterbelakangannya. Selain itu Oksidentalisme diharapkan mampu
menghilangkan kecurigaan yang tidak mendasar terhadap barat yang terus
mengendap dipikiran orang timur.
Dampak positif dan negatif yang
ditimbulkan akibat oksidentalisme
Berbicara plus dan minus akibat kajian oksidentalisme sama halnya dengan membicarakan peperangan antara kebaikan dan keburukan artinya, sudah menjadi sunnatullah di dunia ini sesuatu yang dianggap sempurna akan nampak kekurangannya, dalam kajian oksidentalisme ada kebaikan yang bisa diambil dan ada juga keburukan yang muncul.
Berbicara plus dan minus akibat kajian oksidentalisme sama halnya dengan membicarakan peperangan antara kebaikan dan keburukan artinya, sudah menjadi sunnatullah di dunia ini sesuatu yang dianggap sempurna akan nampak kekurangannya, dalam kajian oksidentalisme ada kebaikan yang bisa diambil dan ada juga keburukan yang muncul.
Dampak positif dan negatif akibat
oksidentalisme tergantung pada pribadi oksidentalis itu sendiri. Seorang
oksidentalis yang benar menurut penulis, ialah yang tidak terlalu terpengarah
dengan kemajuan peradaban barat dan lantas mengadopsi apa saja yang yang
diproduksi oleh barat, boleh mengambil dan meniru barat tetapi harus
memfilternya dengan landasan islam dan iman. karena kalau tidak, akan menimbulkan
semacam racun dalam masyarakat timur khususnya ummat islam.
Islam yang universal, mengajarkan
libralisme dalam berfikir, memfungsikan akal sebagai anugerah fitrah tetapi
dibatasi oleh dua pokok pondasi dasar yaitu Al-qur'an dan Assunnah, seagaimana
ungkapan yang sering kita dengar “ kamu punya kebebasan tetapi kebebasanmu
dibatasi oleh kebebasan orang lain”, bersebrangan dengan libralisme yang
didengung-dengungkan dan dianut oleh barat, yaitu libralisme tanpa batas, dan
ini danger!!.
Dari berbagai sumber
Dari berbagai sumber
B. Biografi Hasan Hanafi
Hassan
Hanafi lahir pada 13 Februari 1935 di Kairo, Dia
merupakan seorang pemikir Hukum Islam dan professor filsafat terkemuka di Mesir
yang menguasai tiga bahasa sekaligus: Arab, Prancis, dan Inggris. Sehingga buku
dan karya ilmiahnya pun menggunakan tiga bahasa tersebut. Dia memperoleh gelar
sarjana muda dalam bidang filsafat dari University of Cairo 1956. Tahun
1966 Dia mengntongi gelar Doktor dari La Sorbonne Prancis. Selama studi di
Prancis Dia menjadi guru bahasa Arab di Ecole des Langues Orientales, Paris.
Setelah selesai studi di Prancis. Dia kembali ke Mesir untuk menjabat staf
pengajar di Universitas Kairo jurusan Filsafat, untuk kuliah Pemikiran Kristen
Abad Pertengahan dan Filsafat Islam. Reputasi internasionalnya sebagai pemikir
muslim terkemuka mengantarkannya pada beberapa jabatan Guru Besar luar biasa (Visiting
prifesor) di berbagai perguruan tinggi asing, seperti Belgia (1970), AS
(1971-1975), Kuwait (1979), Maroko (1982-1984), Jepang (1984-1985), dan Uni
Emirat Arab (1985).
C. Ontologi Oksidentalisme Hasan
Hanafi
Hassan Hanafi pada akhir dekade abad abad ke-20, muncul sebagai ikon dari
oksidentalisme (‘ilm al-istighrab), karena perannya menyistemasikan
oksidentalisme dan menjadikannya sebagai proyek peradaban yang terencana.
Pemikiran tersebut menjadi genre (ciri) baru dalam pemikiran filsafat
Islam kontemporer. Kajian tersebut dituangkan dalam salah satu karyanya, Muqaddimah
fi ‘Ilm al-istighrab tahun 1991. Buku ini, memaparkan tentang
oksidentalisme yang dimana merupakan diskursus tandingan terhadap orientalisme.
Oksidentalisme disini dimaksudkan sebagai suatu kajian otoritatif
(penguasaan) yang memerlakukan Barat sebagai objek pengetahuan, memelajari
perkembangan dan strukturnya, dan pada akhirnya menghilangkan dominasi Barat
atas kaum Muslim.
Gagasan Hanafi tentang oksidentalisme
dimana sebagai tandingan orientalisme, yang merupakan filsafat klasik sebagai
hasil dan sekaligus semakin mendorong kolonialisme atas dunia Timur oleh Barat,
sebenarnya paham atau gagasan ini sudah dikemukakan sejak tahun 1981, yang
dituangkan dalam jurnalnya (terbit pertama dan terakhir) al-Yasar al-Islam;
Kitabat fi al-Islamiyyah. Namun, rumusan yang terperinci dan sistematisnya
baru tertuang dalam buku Muqaddimah-nya tersebut, dengan ketebalan lebih
dari 800 halaman.
Perlu kita ketahui bahwasannya paham
oksidentalisme ini merupakan bagian dari proyek besar dan ambisi raksasa
keintelektualan Hanafi, dikenal dengan al-turats wa al-tajdid (tradisi
dan modernisasi). Al-turats (tradisi) dipresentasikan sebagai segala
bentuk pemikiran umat Islam yang berasal dari masa lalu kedalam peradaban
kontemporer. Sedangkan, al-tajdid (modernisasi) merupakan representasi
tradisi agar sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan zaman. Dimana proyek ini
sudah dituliskan secara teoritis sejak tahun 1980. Maksud dari proyek ini
adalah sebagai sebuah rancangan reformasi agama yang tidak saja berfungsi
sebagai kerangka kerja dalam menghadapi tantangan intlektual Barat, tetapi juga
dalam rangka rekontruksi pemikiran keagamaan Islam pada umumnya. Proyek ini
berdasarkan pada tiga agenda besar yang saling mengait secara dialektis. Tiga
agenda besar itu adalah:
1.
Melakukan rekontruksi tradisi
Islam dengan interpretasi kritis dan kritik sejarah yang tercermin dalam agenda
“apresiasi
khazanah klasik” (mawaqifuna min al-qadim);
2.
Menetapkan kembali batas-batas
kultural Barat melalui
pendekatan kritis yang mencerminkan “sikap kita terhadap peradaban Barat” (mawaqifuna
min al-gharib);
3.
Upaya
membangun kembali sebuah hermeneutika pembebasan Al-Qur’an yang baru, yang
mencakup dimensi kebudayaan dari agama dalam skala global, agenda diman
memosisikan Islam sebagai fondasi ideologis bagi kemanusiaan modern. Agenda ini
mencerminkan “sikap kita terhadap realita” (mawaqifuna min al-waqi).
Ketiga agenda besar diatas
menurut Hanafi dianggap merefleksikan
dialektika tringular yang
membentuk “ego” (al-ana), yang berhubungan dengan “ego lain” (al-akhar),
tradisi klasik (al-turats al-qadim) atau dalam realitas kontemporer (al-waqi’
al-mubasyir). Ketiga agenda besar diatas dalam proyek sistematisasi dan
teoritisasinya akan melibatkan 13 bagian besar , yaitu 7 agenda pertama (dalam
buku Min al-‘Aqidah ila al-Tsaurah: Muhawalah li I’adah ‘Ilm Ushul al-Din),
3 agenda kedua (dalam bukunya Muqaddimah), dan 3 agenda ketiga
(metodologi tafsir al-manahij).
D.
Epistemologi Oksidentalisme Hasan Hanafi
Secara hakikat atau
ontologi oksidentalisme ini merupakan epistemologi akan agenda Hanafi yang
kedua, tentang sikap kita terhadap peradaban Barat, dimana termaktub dalam
kitab Muqaddimah. Namun, perlu kita ingat bahwa semua isme (pemikiran)
pasti adanya epistemologinya. Adapun metode atau cara untuk memahami
oksidentalisme ini adalah sebagai berikut:
1. Membebaskan diri dari pengaruh
pihak lain sehingga lahir kesetaraan antara dunia Timur dengan Barat.
2. Pembacaan ulang atas tradisi
klasik sekaligus tradisi Barat dimaksudkan untuk memberikan penjelasan betapa
oksidentalisme berbeda secara signifikan dengan orientalisme. Oksidentalisme
tidak diarahkan menjadi kekuatan imperialisme sebuah tradisi yang dibenamkan ke
dalam kesadaran tradisi lain, sebagaimana yang telah digunakan secara
manipulatif oleh kaum orientalis melalui kolonialismenya. Prinsip metodologis yang
sistemik ini dimaksudkan agar arah transformasi sosial masyarakat menemukan
landasan pijaknya yang berakar dan melembaga dalam tradisi, tetapi tetap
diorientasikan pada progresivitas melaui pembacaan secara kritis sumber-sumber
kemajuan peradaban Barat.
3. Epistemologi Relasional untuk
pembebasan diri dari berbagai bentuk dominasi sehingga terjalin hubungan
dialektis antara dunia Timur sebagai al-ana dengan dunia Barat sebagai al-akhar.
Menolak segala macam dominasi yang menyebut bahwa Barat adalah “mitos”, atau
“pusat dunia” sekaligus “pusat pengetahuan”. Dalam setiap peradaban selalu ada ego
dan the other. Tidak ada kekuatan tunggal yang bersifat monolitik
sebagai klaim kebenaran rasional universal. Untuk meruntuhkan superioritas
tersebut harus dijalankan ide demitologisasi Barat.
E.
Aksiologi Oksidentalisme Hasan Hanafi
Dengan
paham ini, jika telah menjadi mainstream di kalangan muslim, Hanafi berharap bisa
mencapai nilai atau target sebagai berikut:
1. Kontrol dan pembendungan atas kesadaran
Eropa dari awal sampai akhir;
2. Memelajari kesadaran Eropa dalam kapasitas
sebagai sejarah, bukan sebagai kesadaran yang berada di luar sejarah (kharij
al-tarikh);
3. Mengembalikan Barat ke batas alamiah,
mengakhiri perang budaya, menghentikan ekspansi tanpa batas, mengembalikan
filsafat Barat pada wilayah kelahirannya, sehingga tampak jelas partikulasinya;
4. Menghapuskan mitos “kebudayaan
komsmoplit”, menemukan spesifikasi bangsa-bangsa dunia dengan tipologi
peradaban masing-masing;
5. Membuka jalan bagi terciptanya inovasi
bangsa non-Barat, dan membebaskannya dari akal Barat yang menghalangi nurani;
6. Menghapus rasa rendah diri pada bangsa
non-Barat;
7. Melakukan penulisan ulang sejarah agar
semaksimal mungkin dapat mewujudkan persamaan bagi seluruh bangsa;
8. Permulaan filsafat sejarah baru yang
dimulai dari Timur; ditemukan siklus peradaban dan hukum evolusi secara
komprehensif;
9. Mengakhiri orientalisme, menempatkan Timur
sebagai subjek;
10. Menciptakan ilmu oksidentalisme sebagai
ilmu pengetahuan yang akurat;
11. Membentuk peneliti-peneliti muslim yang
memelajari peradabannya dari perspektifnya sendiri, dan mengkaji peradaban lain
secara netral;
12. Dimulainya generasi pemikir baru yang
dapat disebut “filosof”, pascagenerasi pelopor di era kebangkitan;
13. Lahirnya generasi yang mampu melepaskan
umat Islam dari belenggu penjajahan budaya dan ilmu pengetahuan serta teknologi;
14. Dengan oksidentalisme, manusia akan
mengalami era baru dimana tidak ada lagi penyakit realisme terpendam.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
a.
Hassan
Hanafi lahir pada 13 Februari 1935 di Kairo, Dia
merupakan seorang pemikir Hukum Islam dan professor filsafat terkemuka di Mesir
yang menguasai tiga bahasa sekaligus: Arab, Prancis, dan Inggris. Sehingga buku
dan karya ilmiahnya pun menggunakan tiga bahasa tersebut.
b.
Ontologi
Oksidentalisme disini dimaksudkan sebagai suatu kajian otoritatif
(penguasaan) yang memerlakukan Barat sebagai objek pengetahuan, memelajari
perkembangan dan strukturnya, dan pada akhirnya menghilangkan dominasi Barat
atas kaum Muslim.
c.
Epistemologi Oksidentalisme adalah: Membebaskan diri dari pengaruh
pihak lain, Pembacaan
ulang atas tradisi klasik sekaligus tradisi Barat, dan Epistemologi Relasional.
d.
Aksiologi
Oksidentalisme adalah: Kontrol dan pembendungan atas kesadaran Eropa dari awal
sampai akhir; Menghapus rasa rendah diri pada bangsa non-Barat; dll
B.
Saran
Dalam
pembuatan makalah ini kami dapat mengetahui dan memahami tentang Oksidentalis Menurut Hassan Hanafi, dan
kami mengaharapkan pada mahasiswa STAIBN dapat memahami materi ini, semoga
dengan tersusunnya Makalah ini dapat menambah pembendaharaan perpustakaan
STAIBN, meskipun kami menyadari bahwa pembuatan makalah ini masih banyak
kekurangannys. Untuk itu kami mohon maaf dan kami mengharapkan masukan dari
pambaca untuk penyempurnaan Makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Laftlaft Etikazisme , Oksidentalisme Hasan
Hanafi, diunduh dari: http:// Laftlaft
Etikazisme Oksidentalisme Hasan Hanafi.
htm, tanggal: 12 Oktober 2012, pukul. 17.00 WIB